Tuesday, August 18, 2015

Kronologis Ide Patungan Properti IA IPB Sebelum Survey Kedua

Kronologis Patungan Properti IA IPB

Assalamu’alaikum warohmatullahi wabarokatuh.
Saudara-saudara……! Kakak Senior, Mba dan Teteh, Bpk dan Ibu.
Seluruh Alumi IPB yang tergabung dalam WA Patungan Properti IA IPB dan Grup FB IA IPB.

Ini adalah penjelasan lengkap mengenai rencana Patungan (gotong royong atau konsorsium) yang digalakan oleh Alumni IPB. Program ini telah diputuskan dan sedang bergulir di Grup WA Patungan Properti IA IPB.

Alasan saya menuliskan ini hanya satu yaitu tanggungjawab moral saya terhadap patungan ini. Kenapa? Karena program ini muncul dan berkembang di antara teman-teman alumni yang survey pertama lahan di daerah Cigudeg, Kab. Bogor dan saya salah satu yang memberikan gambaran ide patungan ini.

Beginilah ceritanya. Mohon disimak baik-baik agar tidak ada salah faham dan ada kesamaan frekuensi serta persepsi antara teman-teman yang telah dari awal mengikuti patungan ini dengan yang baru yang hendak bergabung ataupun ingin melihat perkembangan terlebih dahulu.

Jujur, saya sendiri gabung tidak dari awal khususnya untuk Grup WA Patungan Properti IA IPB, saya tergabung pada saat sebelum survey pertama ke lahan Cigudeg.

Saya mulai dari mana ya? Hehe kok jadi lieur…(bingung)..
Saya mulai dar survey saja y, survey pertama ke Cigudeg, yaitu kecamatan yang ada di Bogor Barat arah Jasinga tepatnya sebelum Jasinga dan setelah Leuwiliang.

Berangkatlah kita dengan bermacet-macetan, sampai ada yang tidak jadi. Yang jadi berangkat dan sempat makan di rumah makan sederhana yang berada di daerah Leuwiliang termasuk di dalamnya saya, yang termuda juga kalau dari angkatan (A 41), walaupun sudah tua juga..hahaha..

Saya ingat ada beberapa yang bisa datang, saya sendiri, Kang Aziz, Mba Yovie, Mba Heni dan beberapa saya lupa namanya. Semua kami berusaha menata sendiri pikiran dan ide mengenai lahan tersebut. Lahan seluas 6 ha dengan 22 SHM itu tidak datar semua. Ada yang miring, datar, agak datar, miring sekali. Yang jelas itu adalah sebuah bukit.

Kemudian sebelum pulang muncul beberapa ide, jika akan dibeli per kavling sepertinya mustahil nih, jika dibeli oleh beberapa orang juga tidak bagus kan untuk bareng-bareng alumni, untuk kebersamaan dan juga untuk kekeluargaan alumni disamping ada bisnis bersama.

Atas dasar itu maka saya kemudian memberikan pendapat, bahwa tidak bisa kalau tanah seperti ini akan dibeli sebagian-sebagian akan rumit sekali membaginya. Nah, akhirnya saya memberikan masukan agar dibuat dengan konsep konsorsium saja (yaitu patungan bersama). Maka dengan ide inilah saya kemudian diminta untuk presentasi di ruang AGB di kampus BS.

Pada saat presentasi, yang saya sampaikan adalah konsep membeli lahan dengan cara patungan tersebut. Cukup lama rapat, karena ada beberapa yang memberi masukan dan memberikan kritikan yang harus di bahas. Tetapi yang saya ingat dan rekam waktu itu adalah dari dua orang yang memang memberikan masukan dari segi yang berbeda.

Pertama : Masukan Kang Herdi, Masukan kang Herdi sebenarnya sangat bagus karena beliau meminta gambaran riil mengenai pengelolaan tanah tersebut. Jadi beliau memberikan pandangan bahwa tanah itu harus di buat terlebih dahulu peruntukannya nanti buat apa, sehingga kita membeli memang sudah ada rencana akan dikelola seperti apa.

Waktu itu ada perdebatan, namun saya menjawab bahwa saya presentasi disini tidak untuk menjelaskan hal tersebut, tetapi menjelashkan tentang konsep konsorsium. Jika saya di minta untuk memberikan presentasi opsi-opsi pengelolaan lahan, maka saya akan memberikan pilihan-pilihan untuk apa saja lahan itu. namun karena forum nya tidak untuk itu maka tidak bisa, selain belum tahu juga lahan itu untuk apa.

Kedua : Masukan dan Gagasan Pak Bonie. Setahu saya kalau tidak salah, Pak Bonie ini suami dari Mba Frida.
Menurut Pak Bonie, ide tentang patungan dari aspek legalitas akan sulit karena secara hukum sebenarnya tidak ada pembelian aset oleh bersama. Jika dalam PT maka seperti yang dijelaskan Mas Hadim (sebutan bagi saya) itu harus ada komisaris dan dewan direksi.
Nah, menurut beliau setelah mengamati berjalannya diskusi ada beberapa yang harus di fahami terlebih dahulu.
1.       Apakah ini menelorkan gagasan atau membangun gagasan
Menurut beliau jika dilihat dari presentasi mas Hadim, ini kita sedang membangun gagasan dan bukan menelorkan gagasan sehingga kita tidak bisa meloncat tahapannya. Maka nya mas Hadim kan dalam presentasinya memberikan tahapan-tahapan tersebut.

2.       Ide tentang konsorsium ini tidak visible jika secara hukum belum jelas.
Karena harus PT maka lebih baik cari 2 sampai 3 orang untuk membeli itu tanah dengan perjanjian bahwa tanah itu bisa dilepas sahamnya ke alumni dan bisa di kelola oleh alumni.

Kemudian muncul lagi dari Teteh Rini, bahwa ide ini adalah ide untuk kebersamaan dan juga untuk kekeluargaan serta bisnis bersama. Oleh karena itu, kita saat ini lebih baik mendata terlebih dahulu siapa saja yang komitmen dengan ide ini.

Kemudian muncul juga dari Kang Tresna, bahwa ide ini tidak semata-mata untuk keuntungan bisnis saja, walaupun kita tetap akan membangun bisnis bersama serta untuk mengelola lahan bersama.
Diskusi makin seru dan malam, sekitar jam 10 malam datanglah pak Wadek FEM yang meminjamkan kita ruangan untuk rapat. Prof. Firdaus, dan memberikan masukan bahwa lebih baik dijalankan terlebih dahulu ide ini. Kita tidak usaha cari yang mikir ribet-ribet, coba aja cari yang mau. Kurang lebih seperti itu, dan mulai dilakukan sampling siapa saja yang siap komitmen untuk bersama dalam patungan ini.

Ada yang terlewat, kita ditemani makanan dan snack dari Kang Herdi dan Kang Aziz (yang kalau saya tidak salah, bertepatan dengan ulang tahun kedua saudara kita itu), wah rapatnya jadi seru dan kenyang, tidak lupa kita berfoto bersama deh syarat dari teteh Rini Yusuf, sudah tersebar ke seantero bumi (maklum sudah di upload ke WA dan FB foto-fotonya).

Dengan kurang lebih pergolakan seperti itu, ada beberapa juga yang menanyakan seperti dari kang Agus kemudian kang Arie dll, yang juga berharap ada kejelasan pengelolaan dan pembelian tanah tersebut.

Akhirnya di putuskanlah pada rapat itu.
“BAHWA AKAN DI DATA TERLEBIH DAHULU SIAPA SAJA YANG KOMITMEN DENGAN IDE KONSORSIUM INI”

Ingat data yang KOMITMEN, jadi apapun selain itu, masih berupa masukan saja, dan belum menjadi keputusan bersama. Tetapi untuk DATA KOMITMEN sudah menjadi keputusan bersama karena semua yang tidak hadir pada rapat tersebut telah sepakat bahwa akan mengikuti hasil rapat, hasil rapat kita adalah mendata terlebih dahulu siapa yang KOMITMEN ikut patungan kebersamaan. Perlu di diingat juga bahwa data komitmen ini belum menjadi keputusan bahwa dengan data itu akan dilanjutkan untuk membeli dan semacamnya. Kita sepakat ingin mengetahui dari data tersebut untuk keperluan keputusan tahap berikutnya.

mungkin masih ada yang belum tahu bahwa IDE PATUNGAN KEBERSAMAAN (KONSORSIUM) itu seperti apa?

Ini penjelasannya.
Pertama : Ini model siapa? Sudah adakah di Indonesia?
Model ini sudah di jalankan oleh beberapa tokoh berikut.
1.       Ary Ginanjar Agustian, dengan model kepemilikan saham Rp 1.000.000/lembar saham, kemudian berdiri menara ESQ 165 (mohon yang lebih faham bisa menjelaskan juga, siapa tahu menambah wawasan kita), saya tidak ikut, kaka saya ikut.
2.       Ust Yusuf Mansur, dengan model yang sama mendirikan Hotel Siti dan Apartemen. Saya juga tidak ikut, karena tidak tahu persis informasinya.
3.       Valentino Dinsi (Trainer dan Penulis Buku). Dengan ide yang sama sedang membangun perumahan Griya Sakinah Permai di depok, saya insya Allah ikut yang tahap kedua. Tahap pertama keburu di tutup sahamnya. Saya kenal dekat dengan direktur utama, sehingga sering sharing-sharing mengenai program ini.

Atas dasar itulah, maka saya dan teman-teman di IA yang waktu itu rapat menawarkan konsep ini ke IA IPB dengan studi kasus membeli dan mengelola tanah Cigudeg seluar 6 ha. Total harga tanah pada saat rapat pertama adalah Rp 25.000/m2 sehingga total kebutuhan dana untuk membeli tanah tersebut adalah Rp 1,5 M.

Dengan asumsi harga tersebut, maka di tawarkan untuk di terbitkan 1.800 lembar saham dengan harga saham Rp 1.000.000/lembar. Jika sampai lembar saham habis 1.800 lembar, maka akan terkumpul uang sebesar Rp 1,8 M. dengan asumsi bahwa harga tanah Rp 1,5 M maka sisanya akan digunakan untuk kebutuhan legalitas dan menyiapan lahan untuk dikelola lebih lanjut.

Maka disepakatilah hal tersebut dan mulai digulirkan ke Grup WA Patungan Properti IA IPB.
Jadi bagi yang sudah memahami program ini dan tertarik untuk ikut menjadi bagian dari gerakan patungan IA-IPB bisa WA ke saya Hadim (0815 4893 8879), Teteh Rini Yusuf (0877 7040 0040), Teteh Yovie (0812 9857 0768), Kang Tresna (0813 8839 6992), Kang Aziz (0812 8174 5025), Kang Rahardi (0812 9406 1627). Bisa juga ke yang lain yang memang sudah ada di Grup WA Patungan Properti IA IPB serta sudah memahami program ini.

Bagi yang meminta untuk dimasukan ke dalam grup tersebut, sebaiknya untuk di arahkan membaca ini terlebih dahulu. Setelah mengetahui program ini, dipersilahkan untuk ikut komitmen ataupun tidak.

Catatan tambahan : Mohon di fahami terlebih dahulu konsep ini, jika belum faham bisa menanyakannya kepada salah satu no HP diatas.

Kedua : Model Hukumnya seperti apa?
Secara aspek legalitas sebenarnya sudah dibahas, bahwa untuk kepemilikan tanah sesuai hukum yang berlaku di Indonesia sesuai UUPA No. 05 1960. Sertifikat kepemilikan tanah yang paling kuat adalah Sertifikat Hak Milik (SHM), oleh karena itu pembahasan mengenai aspek legalitas akan di arahkan kesana dan terkait prosedur penentuan dan status tersebut harus diselesaikan dalam rapat berikutnya setelah tahap pertama yang digulirkan selesai dan masuk ke tahap berikutnya. Yaitu pembahasan pembelian dan aspek secara hukumnya.

Ketiga : Model bagi hasilnya seperti apa?
Model bagi hasilnya sangat sederhana yaitu sesuai dengan kepemilikan saham yang ada pada masing-masing anggota.

Rumusnya
Dividen = jumlah kepemilikan saham dibagi dengan total saham yang dikeluarkan dikali dengan hasil dari pengelolaan lahan.

Contoh, Setelah dikelola dengan baik, lahan tersebut memberikan total keuntungan sebesar Rp 100 juta rupiah, maka Hadim yang memiliki saham 5 lembar akan mendapatkan Dividen seperti berikut ini.
Dividen Hadim = 5/1800 x 10.000.000,-
                                = 277.777.777
Dibulatkan menjadi Rp 277.000,-

Untuk status hukum dan lain-lain akan masuk bahasan berikutnya setelah data komitmen memenuhi kuota untuk membeli lahan tersebut. Artinya saham sebanyak 1.800 lembar itu sudah habis dan uang jika dikumpulkan akan terkumpul sebesar Rp 1,8 M.

Akan dilakukan pembahasan terkait dengan
1.       Aspek legalitas yang akan diambil (termasuk di dalamnya lembaga badan hukum yang digunakan)
2.       Aspek pengelolaan yang akan dikerjakan (termasuk di dalamnya membentuk tim pengelola lahan serta bagi hasilnya antara pemilik lahan dan pengelola lahan, serta mungkin investor baru khusus untuk pembiayaan pengelolaan lahan).


NB buat yang rapat dan survey pertama : Mohon ditambahkan tanggal survey pertama dan tanggal rapat pertama, hehe, ini tulisan memang ditulis berdasarkan yang saya ingat, tanggal dan hari malah lupa. Tambahan bagi yang lain bisa di komentar agar yang lain bisa membaca juga.


Terimakasih dan Semoga Bermanfaat.


Hadim (A41)
Jurusan Komunikasi dan Pengembangan Masyarkat (KPM)
Departemen Sosial Ekonomi (SOSEK)
Fakultas Pertanian IPB

0 comments:

Post a Comment

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More